Jumat, 10 Juni 2011

Analisa Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pengembangan Karir Karyawan (Studi kasus PT. PLN (Persero) Sektor Tello)

oleh : ANDREAS ARTHUR - 2010
   
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap pengembangan karir karyawan di PT. PLN (Persero) Sektor Tello dan mengetahui faktor dominan budaya organisasi yang mempengaruhi pengembangan karir karyawan. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisa regresi linier berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap pengembangan karir karyawan. Hal ini dapat dilihat dengan menggunakan parameter-parameter berupa asumsi-asumsi dasar yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk menilai budaya suatu organisasi, 2) hakikat universalise/partikularisme yang berkaitan dengan bagaimana memandang atau memperlakukan karyawan dengan kriteria sama atau berbeda merupakan variabel budaya organisasi yang paling dominan mempengaruhi pengembangan karir karyawan dan jika hakikat ini cenderung universalime maka pengembangan karir karyawan akan berjalan dengan baik, 3) nilai-nilai yang terkandung dalam budaya dominan organisasi sangat terpengaruh oleh subdominan budaya yang terbentuk pada unit-unit organisasi, sehingga terkadang nilai-nilai tersebut mengalami kekosongan, ketertinggalan, keterhilangan dan keterkaburan nilai, 4) proses asimilasi budaya dominan dan budaya subdominan dalam organisasi akan berjalan dengan baik jika proses difusi budaya dilaksanakan dengan baik dan proses internalisasi nilai juga harus dilakukan secara kuantitatif dan kulitatif, serta mencakup berbagai sistem nilai dan, 5) model hasil regresi yang dihasilkan untuk melihat pengaruh budaya organisasi terhadap pengembangan karir paling baik digunakan karena koefisien determinasinya (R2) berada pada nilai diatas 40 %, serta mempunyai kemampuan dalam menjelaskan variasi naik turunnya variabel dependen lebih banyak dibanding model lain.   .........(baca_selengkapnya)

Artikel lengkap dikompilasi oleh/hubungi :
Kanaidi, SE., M.Si* (Penulis, Peneliti, PeBisnis, Trainer dan Dosen Marketing Management).

Butuh Artikel/Jurnal Lainnya? click di:

Kamis, 09 Juni 2011

BUDAYA ORGANISASI DAN EFEKTIFITAS PENERAPAN E-GOVERNMENT

Oleh : Stevanus Wisnu Wijaya
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 16 Juni 2007

ABSTRAKSI
Tujuan dari makalah adalah untuk mengkaji pentingnya keselarasan antara budaya organisasi kepemerintahan dengan penerapan e-government. Kajian akan berangkat dari dugaan bahwa budaya organisasi dalam lingkungan pemerintah mempengaruhi efektifitas penerapan e-government. Dalam konteks penerapan e-government, model organisasi kepemerintahan adalah organisasi kepemerintahan yang berorientasi pada masyarakat. Konsep ini meletakkan masyarakat sebagai “konsumen” bagi organisasi pemerintah yang memiliki “bisnis utama” pada pelayanan publik. Selain itu, juga memposisikan teknologi informasi sebagai alat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.Dalam hal ini maka teknologi informasi dimanfaatkan berdasarkan kebutuhan layanan publik bukan pada kepentingan pemerintah menjadi kunci efektifitas penerapan e-government. Makalah ini akan menggunakan pendekatan competing values framework untuk memodelkan budaya organisasi. Budaya organisasi dalam makalah ini meliputi budaya klan, hirarki, adhocracy dan market.
Kata kunci: Budaya organisasi, keselarasan, e-government

1. PENDAHULUAN
Keberhasilan sebuah organisasi mencapai tujuan bisnis dipengaruhi oleh budaya organisasi tersebut. Budaya  organisasi merupakan fenomena yang bersifat abstrak tetapi diyakini memiliki pengaruh yang besar terhadap efektifitas organisasi. Budaya dalam hal ini mencakup nilai yang diyakini, kecenderungan pola manajerial dan kepemimpinan, bahasa dan simbol, prosedur dan rutinitas dalam organisasi dan definisi keberhasilan dalam organisasi[1].
Salah satu aspek penting dalam penerapan e-government adalah membangun model kepemerintahan yang berorientasi kepada masyarakat [3,4]. Model kepemerintahan ini menempatkan masyarakat sebagai “konsumen” dari bisnis “jasa” pelayanan publik pemerintah. Layanan yang dikembangkan oleh pemerintah berorientasi pada kebutuhan masyarakat bukan pada kepentingan pemerintah.
Penerapan e-government merupakan upaya pemerintah mengadopsi teknologi informasi untuk meningkatkan . . . . . . . (baca_selengkapnya )

Artikel lengkap dikompilasi oleh/hubungi :
Kanaidi, SE., M.Si (Penulis, Peneliti, PeBisnis, Trainer dan Dosen Marketing Management). e-mail ke : kana_ati@yahoo.com atau kanaidi@poltekpos.ac.id
Butuh Artikel/Jurnal Lainnya ?, click di :


Senin, 23 Mei 2011

The assessment of organisational culture

by : Teemu Reiman & Pia Oedewald
Published by : Espoo 2002. VTT Tiedotteita-Research Notes 2140. 39 p.

Abstract
This report examines the assessment and development of organisational culture in complex organisations. It covers definitions of organisational culture and safety culture, and the research that has been conducted. The common definition of organisational culture is adjusted with the aid of the core-task concept. Organisational culture is defined as a solution created by an organisation for the demands set by the core task.
The development of an organisation’s operations requires an understanding of the overall dynamics (culture) of the organisation’s activities, but also an assessment of the impact of culture on operational efficiency. The criteria of organisations’ operational efficiency must be determined on a case-by-case basis. The Contextual Assessment of Organisational Culture (CAOC) methodology proposed in the report uses both qualitative and quantitative methods. Determining the culture prevailing in a company at some moment in time requires the study of the company’s values, practices, artefacts and of the core task defined by them. By comparing these elements an attempt is made to clarify the underlying assumptions prevailing in a company. Core-task analysis, on the other hand, helps to determine the main content of work and the critical demands it sets for working practices. The research requires close cooperation with target groups and covers both the practical problems and the resulting research problems which one strives to resolve. One aim is to commit personnel to ponder and reflect on their own work and in this way to reduce opposition to change and to create the conditions for the continuation of internal development work also after the research is completed.
Operational development seminars organised during the research deepen the researchers’ picture of the culture and act at the same time as a practical channel for operational development and as a chance for personnel to exert their influence.
methodology has been developed particularly for application in improving the efficiency of complex organisations and communities of practice, in other words to improve productivity, safety and well-being. The purpose of this report is to present the general basis of the methodology and its relationship to other organisational research and development.
Keywords : organisational culture, safety culture, cultural assessment, nuclear power industry, organisational research

Artikel lengkap dikompilasi oleh/hubungi :
Kanaidi, SE., M.Si (Penulis, Peneliti, PeBisnis, Trainer dan Dosen Marketing Management). e-mail ke : kana_ati@yahoo.com atau kanaidi@poltekpos.ac.id
Butuh Artikel/Jurnal Lainnya ?, click di :

THE ROLE OF ORGANIZATIONAL CULTURE IN ORGANIZATIONAL CHANGE - IDENTIFYING A REALISTIC POSITION

by : Iivari

Abstract
Organizational culture – a popular but also a very complex concept – has been identified as an influential factor affecting the successes and failures of organizational change efforts. Many empirical organizational culture studies have been carried out in information systems (IS) research. However, culture is a very versatile concept, and there are many controversies in both defining and applying it.
Therefore, this paper reviews different conceptions of organizational culture in the existing literature – in anthropology, organizational studies and in IS research. Also recent criticism on the existing conceptions is presented. Furthermore, organizational change is also a complex concept, due to which this paper discusses also differing conceptions of organizational change and conceptions of change employed in the empirical IS literature. Finally, a framework for the analysis of organizational culture and change is developed. The framework identifies three positions on organizational culture and change: optimist, pessimist and relativist, and discusses their implications. The optimist position is criticized of relying on very naïve notions of culture and change. The pessimist position can be criticized of lacking relevance to practice. Finally, the relativist position is recommended as the most realistic position for the prospective IS research on organizational culture and change.
Keywords: Organizational culture, organizational change, information systems, information systems  implementation, information systems development

1 INTRODUCTION
This paper analyzes existing research on organizational culture in the context of organizational change in information systems (IS) research. The paper focuses on research on culture and change in IS development and use contexts, which have been identified as central research areas in IS research (Lyytinen 1987). The organizational contexts of IS development and use should be explored in depth to understand their effects on the development and use processes (Grudin 1996). Both IS development and use are full of difficulties and recurrent problems, and most causes of these problems are social (Lyytinen 1987). Related to this, also the importance of understanding organizational culture has been brought up in (Avison – Myers 1995). Altogether, culture has been a popular focus of analysis in studies on organizational change in IS research. The studies are related to the development, implementation or use of IS in organizations. Especially the effects of organizational culture in IS implementation has brought about a body of studies (e.g. Brown 1995, Brown – Starkey 1994, Cabrera et al. 2001, McDermott – Stock 1999, Pliskin et al. 1993, Robey – Rodriquez-Diaz 1989, Ruppel – Harrington 2001, Tung et al. 2000). Recently many studies have been concerned with the part culture plays in achieving total quality through Total Quality Management (TQM) (e.g. Al-Khalifa - Aspinwall, 2001, Dellana – Hauser 1999, Fok et al. 2001, Kekäle 1998, Lewis – Boyer 2002, Pool 2000).
The studies have revealed a multitude of ways organizational culture affects organizational change efforts. Some studies highlight that compatibility between change effort and culture is a very important criterion for success. The studies have defined compatible culture types for different kinds of...............................(baca_selengkapnya )

Artikel lengkap dikompilasi oleh/hubungi :
Kanaidi, SE., M.Si (Penulis, Peneliti, PeBisnis, Trainer dan Dosen Marketing Management). e-mail ke : kana_ati@yahoo.com atau kanaidi@poltekpos.ac.id
Butuh Artikel/Jurnal Lainnya ?, click di :
http://csrc.lse.ac.uk/asp/aspecis/20050036.pdf download 23 Mei 2011

Selasa, 10 Mei 2011

THE INFLUENCE OF CULTURE ON THE ECONOMIC FREEDOM AND THE INTERNATIONAL BUSINESS

by : Herciu, Mihaela
(Published : MPRA Paper No. 1686, November 2007)

Abstract:
The firms who decide to expand their business in an international environment must modify their management style through international management. Certainly, international management must adapt their on functions to the different framework of the business development. The culture is a cardinally factor, being an essential component in the success equation of multinational companies. The culture, the habits and the attitudes became points of major interests on the global market. Their importance is obvious through numerous "blunders" which find out in international trade and international. For the success of international business the economies must bees free, but the economic freedom is influenced by the national culture. All the undertake activities of managers are accessible to cultural environment. The global firm is due to negotiate with different international organisms, and where through the negotiations to fall flat, the managers must understand the cultural environment of the negotiator and must have cross-cultural competence.
Key words: culture, economic freedom, international business

market, the multinational corporations, the investors) and the national states as a culture, social, economic entities (you can see the Lexus and the olive tree of Thomas Friedman: How we understand the globalization, 2001).
The internationalization and the globalization of the business world offer different opportunities to the companies the entire world. The knowledgement of the different ways of thinking and culture facilitate the reciprocally understanding between persons involved in the development of different activities which are beyond the borders of a country or the limits of a culture (see Dan Anghel Constantinescu, Management comparat, 2002).
Geert Hofstede cultural dimensions Culture is a very important factor. The culture, the customs and the attitudes have become a major point of interest on the global market. Factors apparently without importance as the form and the colour of packing or literally translation of promotional phrases can cause major conflicts in an international tranzaction.
There are some characteristics for the culture: it has an acquired character; it has a commune character; it has a symbolic character; it has a persistent character; it has a.....................(baca_selengkapnya )

The Value of an Ethical Corporate Culture

by : Curtis C. Verschoor
(Published : STRATEGIC FINANCE-November 2006)


An independent U.S. research study conducted by LRN, a provider of governance, ethics, and compliance management, shows additional evidence that a company’s ability to maintain an ethical corporate culture is key to the attraction, retention, and productivity of employees. In other words, money invested in ethics education, help lines, assessment of ethics programs, and risk evaluation is money well spent. The LRN Ethics Study involved 834 full-time employees from various industries across the United States. Respondents included both men and women, all 18 or older.
According to the LRN study, 94% of employees said it is either critical or important that the company they work for is ethical. This compares to 76% who said so in a similar survey six months earlier. Eighty-two percent said they would rather be paid less but work at a company that had ethical business practices than receive higher pay at a company with questionable ethics. More than a third (36%) had left a job because they disagreed with the actions of either fellow employees or managers.
This is true across all ages, genders, and socioeconomic factors. Other findings of the survey include 80% of respondents reporting that a disagreement with the ethics of a supervisor, fellow employee, or management was the most important reason for leaving a job and 21% citing pressure to engage in illegal activity.
Working for an ethical company is slightly more critical to women (63%) than to men (53%). Full-time employees in the western and southern U.S. consider the factor more important than ................(baca_selengkapnya )

Artikel lengkap dikompilasi oleh/hubungi :
Kanaidi, SE., M.Si (Penulis, Peneliti, PeBisnis, Trainer dan Dosen Marketing Management). e-mail ke : kana_ati@yahoo.com atau kanaidi@poltekpos.ac.id
Butuh Artikel/Jurnal Lainnya ?, click di :

Jumat, 29 April 2011

CORPORATE CULTURE AN D SHAREHOLDER VALUE IN BANKING INDUSTRY

by : Alessandro Carretta


Abstract*
This paper analyses the casual relationship between corporate culture and shareholder value using a sample of
large banks in the French, German, Italian and U.K. banking systems over the 2000 to 2003 period. Firstly, we measure shareholder value using an Economic Value Added estimated through a procedure tailored to account for banking peculiarities. Secondly, we measure corporate culture using language as its particular artifact and developing a cultural survey based on the application of a text-analysis model to a corpus of reference texts produced by the sample of banks. We posit six hypotheses regarding the relationship between corporate culture and bank profits and shareholder value. Our results noticeably show that bank profits and shareholder value benefit from different orientations of banking corporate culture.
JEL classification: G21, D24, M14
Keywords: Shareholder value, Economic Value Added (EVA), Corporate culture, Text analysis.

1. INTRODUCTION
This paper empirically investigates the relationship between bank performance and corporate culture in European banking using a sample of quoted banks over the 2001 to 2003 period. There is a substantial literature dealing with bank performance and shareholder value1, but only few studies attempted to see to an empirical analysis of the relationship with business conditions that may lead to the creation of shareholder value.
A number of studies (Beccalli, Casu, Girardone, 2006; Fernández, Gascón, González, 2002; Eisenbeis, Ferrier, Kwan, 1999; Chu, Lim, 1998) have sought to link measures of bank productive efficiency to stock returns, generally finding a positive relationship. However these studies do not really tell us much about the determinants of shareholder value creation as cost of capital considerations are, typically, ignored. A second shareholder value determinant is customer satisfaction: the link between customer satisfaction and shareholder value creation has also been identified in the theoretical literature (Bauer, Hammerschimidt, 2005) and empirically investigated with respect to non-financial companies (Van der Wiele, Boselie, Hesselink, 2001) yet only one study (Loveman, 1998) provides evidence about how employee satisfaction and customer loyalty positively influence bank performance (using data from branches of a large U.S. regional bank). Others have investigated the relationship between operational risk and bank stock price reactions (Cummings, Lewis, Wei., 2004) and the role played by corporate risk management in the shareholder value creation process (Bartram, 2000 and 2002). Overall, however, it can be seen that the extant empirical literature on the determinants of shareholder value creation in banking is somewhat esoteric and limited.
Following Schein (1985), the corporate culture is defined as a set of shared norms and values expressed in terms of common language, shared coding procedures and shared knowledge. The hypothesis that corporate culture is a . . . ..(baca_selengkapnya)  

Artikel lengkap dikompilasi oleh/hubungi :
Kanaidi, SE., M.Si
(Penulis, Peneliti, PeBisnis, Trainer dan Dosen Marketing Management)

Perlu Artikel lain ?, click di:

PENGARUH BUDAYA PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN STUDI KASUS di MARGARIA GROUP

oleh : Muhammad Ridwan Jauhari
2006


Abstraksi
Kesuksesan kinerja manajemen dapat terjadi karena adanya pengendalian manajemen yang tepat. Dalam proses tersebut manajemen menitik beratkan pada perencanaan strategis, anggaran, umpan balik, ataupun evaluasi untuk merealisir rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses tersebut disebut juga pengendalian secara formal, sedangkan pengendalian secara infomal dilakukan melalui budaya perusahaan.
Budaya perusahaan adalah salah satu alat pengendalian perilaku anggota organisasi supaya berperilaku, berpikir, dan menyelesaikan masalah sesuai kebutuhan organisasi. Singkat kata, budaya perusahaan dapat mendesain perilaku sesuai kebutuhan bisnis perusahaan sehingga mampu mendorong kinerja perusahaan.
Penelitian ini berakar pada metodologi interpretif, dimana organisasi dipandang sebagai sebuah konstruksi sosial yang terdiri dari interaksi orang-orang yang terdapat di organisasi tersebut, dengan lain perkataan organisasi merupakan sebuah budaya karena terdapat social interaction antara masyarakat yang terdapat didalam organisasi tersebut.
Sedangkan untuk memahami suatu budaya diperlukan pendekatan tertentu yang dapat mengungkap makna-makna tersembunyi di dalamnya. Pendekatan seperti dimaksud diatas adalah etnografi enterpretif. Ada ungkapan yang menjelaskan esensi etnografi, “kalau anda melihat riak gelombang, etnografi menyelami dalamnya dasar lautan”.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Efektivitas perusahaan tergantung oleh berbagai faktor salah satunya yaitu aspek manusia. Keberhasilan dan kemunduran suatu perusahaan juga tidak lepas dari aspek manusia tersebut, sehingga menjadi pokok perhatian dari sistem pengendalian manajemen. Alloh SWT dalam beberapa ayatnya juga menjelaskan tentang sisi negatif manusia.
Akhirnya pihak manajemen perusahaan mencari akar permasalahannya, ternyata permasalahannya bersumber dari keterbukaan komunikasi di perusahaan tersebut sehingga dianggap ora elok oleh sebagian karyawan karena mereka masih memegang erat nilai ewoh-pakewoh dalam kehidupan bermasyarakat. Pada akhirnya keterbukaan komunikasi tersebut dianggap trocoh dan nylekuthis. Trocoh berarti penggunaan kata-kata vulgar dalam percakapan sedangkan nylekuthis berarti tidak bisa menempatkan sesuatu hal secara pas (Endraswara, 2003, h 34-5). Kedua anggapan tersebut di mata karyawan bisa menjatuhkan harga diri dan sebagai wujud protes kepada perusahaan mereka tidak bekerja maksimal.
Budaya perusahaan merupakan tema yang menarik untuk dibahas lebih mendalam. Fenomena budaya perusahaan marak diperbincangkan oleh para ahli sekitar tahun 1980-an. Awal mula pembahasan budaya perusahaan setelah munculnya tulisan Andrew Pettigrew yang berjudul “on studying organizational culture” yang dimuat administrative science quartely pada tahun 1979 (Sobirin, 1997). Tulisan Andrew Pettigrew membawa perubahan paradigma dalam memandang organisasi tidak hanya dari aspek formalnya saja namun terdapat aspek informal yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kinerja perusahaan.
Kemudian apa keterkaitan antara budaya perusahaan dangan kinerja perusahaan. Budaya perusahaan merupakan sistem kontrol sosial didalam organisasi sehingga anggota organisasi tersebut mempunyai satu kebudayaan yang relatif sama. Dengan kebudayaan yang relatif sama tersebut diharapkan berdampak pada perilaku dan ways of thinking para anggota yang lain. Pada akhirnya tujuan perusahaan akan dapat lebih efektif karena perusahaan berhasil menciptakan pengendalian sistem sosial terhadap anggotanya melalui budaya perusahaan.
Ary Ginanjar Agustian (2002, h 161-162) menyatakan bahwa perusahaan harus memiliki . . . . ..(baca_selengkapnya)  
 
Artikel lengkap dikompilasi oleh/hubungi :
Kanaidi, SE., M.Si
(Penulis, Peneliti, PeBisnis, Trainer dan Dosen Marketing Management)

Perlu Artikel lain ?, click di:


Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur

Oleh : Teman Koesmono
(Publikasi pada : JURNAL MANAJEMEN & KEWIRAUSAHAAN, VOL. 7, NO. 2, SEPTEMBER 2005: 171-188)

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk memenemukan bagaimana besarnya pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motivasi, Kepuasan Kerja dan Kinerja karyawan khususnya karyawan dibagian produksi. Unit analisisnya adalah karyawan produksi pada subsektor industri pengolahan kayu di Jawa Timur.
Secara positif perilaku seseorang akan berpengaruh terhadap kinerjanya, disamping itu peneliti menguji hipotesis bahwa motivasi berpengaruh kepada kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja. Hasilnya bahwa secara langsung motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 1.462 dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0.387, kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0,003 dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0.506, budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi sebesar 0.680 dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 1.183. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti berikutnya, sebagai bahan penelitian pada bidang ilmu pengetahuan perilaku organisasi atau ilmu pengetahuan yang sejenisnya.
Kata kunci: budaya organisasi, motivasi, kepuasan kerja, kinerja dan perilaku manusia.

PENDAHULUAN
Salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan berfikir secara seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal. Agar di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal diperlukan pendidikan yang berkualitas, penyediaan berbagai fasilitas sosial, lapangan pekerjaan yang memadai. Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas tersebut akan menyebabkan keresahan sosial yang akan berdampak kepada keamanan masyarakat. Saat ini kemampuan sumber daya manusia masih rendah baik dilihat dari kemampuan intelektualnya maupun keterampilan teknis yang dimilikinya.
Persoalan yang ada adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya manusia yang dapat menghasilkan kinerja yang optimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Produktivitas kerja merupakan tuntutan utama bagi perusahaan agar kelangsungan hidup atau operasionalnya dapat terjamin. Produktivitas suatu badan usaha dapat memberikan kontribusi kepada .........(baca_selengkapnya)  


Artikel lengkap dikompilasi oleh/hubungi :
Kanaidi, SE., M.Si
(Penulis, Peneliti, PeBisnis, Trainer dan Dosen Marketing Management)

Perlu Artikel lain ?, click di: